Berangkat dari pertanyaan salah satu sahabat Grezma, apa saja kebijakan fakultas untuk mendorong mahasiswa mencapai prestasi akademik dan non akademik di FAI? Berangkat dari pertanyaan itu, seyogyanya tulisan ini berusaha menjawabnya. Kalaupun jawabanya panjang lebar tentu karena kompleksitas ataupun banyak aspek yang bersentuhan langsung.
4 aspek yang harus disentuh, antara lain: kelembagaan, intrakulikuler (akademik), ekstrakulikuler (non-akademik), dan budaya kampus
Secara garis besar, ada 4 aspek yang harus disentuh dalam pengembangan perguruan tinggi. Antara lain, kelembagaan, intrakulikuler (akademik), ekstrakulikuler (non-akademik), dan budaya kampus. Keempat aspek tersebut harus berjalan secara beriringan. Orientasi utama kami di tahun 2024 ini adalah pengembangan kelembagaan, karena di tahun ini, 5 program studi yang ada di FAI akan proses reakreditasi. Dari 5 program studi, ada program studi PAI yang sudah keluar peringkat akreditasinya, yakni unggul. Sementara itu, prodi PIAUD memperoleh peringkat akreditasi baik sekali. Ada 3 program studi antara lain magister PAI, Ekonomi Syariah dan PGMI yang targetnya adalah 25 Desember 2024 ini harus sudah selesai untuk reakreditasi. Akreditasi sebagai peringkatan perguruan tinggi ini menjadi indikator penting dalam pengembangan kelembagaan.
Selain akreditasi, orientasi dalam pengembangan kelembagaan adalah kerjasama internasional. Dalam kerjasama internasional ini targetnya tahun 2024, di FAI, baik itu dosen dan mahasiswanya harus berkegiatan di luar negeri. Target utama adalah PPL-KKN integratif bagi mahasiswa di luar negeri. Hal lain dalam pengembangan kelembagaan adalah citra diri FAI. Citra diri ini butuh sentuhan komprehensif, mulai dari mengenalkan FAI kepada khalayak lewat publikasi kegiatan, membangun kanal informasi (websait), sosial media dan sebagainya.
Selanjutnya, untuk kegiatan intrakulikuler (akademik) antara lain adalah intervensi terhadap capaian pembelajaran mahasiswa (outcome). Pembelajaran kita hari ini harus diorientasikan pada Outcome Based Education (OBE) sehingga pembelajaran ada outcame tambahan selain capaian akademik semata. Luaran tambahan tersebut juga harus menyentuh kebutuhan mahasiswa, antara lain, PKM, P2MW, LIDM dsb. Selain itu, beberapa di mata kuliah, intervensi pembelajaran juga kami lakukan dengan melibatkan mahasiswa untuk berkegiatan di luar kampus. Hal ini tidak lepas dari upaya memberikan mahasiswa pengalaman belajar di luar kampus sebagaimana dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi. Upaya lain yang kami lakukan untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan Kemdikbud adalah melalui pembimbingan dosen. Pembimbingan dosen ini kami tunjuk di tingkatan program studi untuk kegiatan-kegiatan resmi kemehasiswan seperti PKM, P2MW, LIDM, NUDC dll.
Dalam pengembagan ekstrakulikuler (non-akademik) yang bisa kami lakukan adalah mendorong dan memberikan pandangan (orientasi) akan urgensi kompetensi tambahan bagi mahasiswa. Hal ini ini tidak lepas dari peranan tidak langsung (indirect) fakultas dalam mengelola unit kegiatan mahasiswa (UKM). Di Unisla terdapat 21 UKM yang dapat diikuti oleh mahasiswa dalam mengembangkan kompetensi tambahan, yang dikelolah langsung oleh Rektor atau Wakil Rektor III dan Biro Kemahasiswaan. Dalam upaya mengembangkan prestasi non akademik tersebut, alhamdulillah, di Unisla sudah mendapatkan perhatian khusus. Antara lain dengan memberikan pendampingan melalui penunjukan dosen pembimbing. Memberikan anggaran untuk setiap UKM. Memberikan insentif baik berbasis proses maupun berbasis luaran pada keterlibatan mahasiswa mengikuti perlombaan di luar kampus, dan setiap tahun ada reward bagi mahasiswa berprestasi dengan memberikan insentif tambahan bagi mahasiswa yang meraih prestasi non akademik. Kami kira itu adalah keperpihakan yang luar biasa (political will) universitas terhadap capaian prestasi mahasiswa. Terhadap gambaran—kewenanagan dan hierarki kebijakan—di atas, fakultas harus mendorong mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengembangkan kompetensi tambahan melalui unit-unit kegiatan mahasiswa.
Tiga aspek di atas, bisa berjalan maksimal dan jauh dari kendala apabila ada budaya kampus yang mendukung, atau meminjam istilah Pierre Bourdieu sebagai “arena”. Budaya kampus sebagai arena, tempat habitus—struktur subjektif dan objektif menempatkan diri dalam realitas sosial. Realitas (habitus) adalah pertarungan antara struktur subjektif dan struktur objektif. Realitas sosial kata Bourdieu adalah dialektika praktik struktur subjektif (dosen, mahasiswa, warga kampus) dengan struktur objektif (fakta hari ini). Pandangan Bourdieu di atas sengaja kami paparkan untuk memperkuat argumentasi bahwa Kita—baik itu Dekan, Dosen atau Mahasiswa—adalah subjek bagi kemajuan Unisla ke depan. Budaya kampus tidak bisa hanya dibangun dari sisi pimpinan, dari sisi dosen, atau dari sisi mahasiswa, tapi adalah simbiosis mulualism yang senantiasa berdialektika, karena semuanya adalah subjek. Kalau kita sudah mengafirmasi argumentasi di atas, maka kita bisa memaksimalkan peranan masing-masing.
Kita adalah subjek bagi kemajuan Unisla ke depan
Budaya kampus yang produktif menjadi impian bagi kehidupan sivitas akademika. Karenanya perguruan tinggi merupakan candradwimuka, kaderisasi bagi generasi pemimpin masa depan. Manusia ‘tidak bermutu’pun kalau hidup di kampus ini bisa terdisiplinkan dengan budaya yang produktif. Makanya, kampus harus benar-benar membuat manusia menjadi pembelajar, bukan rutinitas ‘sekolah’ saja.
Lantas, tugas mahasiswa adalah benar-benar menyediakan dirinya untuk mau menjadi pembelajar. Mahasiswa, sebagaimana manusia merdeka, selayaknya menetapkan capaian-capaian tertinggi untuk diraih, atau lebih familiar kita menyebutnya dengan cita-cita. Belajar tanpa capaian, sebenarnya kita tidak kemana-mana. Kita hanya berjalan di tempat. Kehidupan kampus harus bisa membantu mahasiswa menvisualisasikan capaian-capaian tertinggi tersebut.
Visualisasi capaian-capaian mahasiswa sebagai masyarakat akademik antara lain, pernah publikasi karya ilmiah, memiliki karya berHKI, punya sertifikat keahlian pendukung (kalau di FAI Syahadah An-Nahdliyah dan Sertifikat KMD), terlibat aktif di kegiatan ilmiah; seminar, workshop dll., juga aktif dalam berorganisasi. Beberapa elemen mendasar ini harus dicapai selama menjadi mahasiswa. Dan kemauan menjadi pembelajar adalah kunci. Kalau sudah begitu, maka tugas kami mengkodisikan sumberdaya dan sumber sarana sedemikian rupa sehingga mahasiswa yang datang ke kampus ini benar-benar mengalami proses belajar, dan bukan sekolah semata.